Rupanya Eun Jo hanya diam, berdiri tak bergerak. Mengurungkan niatnya untuk berjalan mendekati Ki Hoon.
"Kurasa kau tidak akan datang." gumam Ki Hoon. "Sepertinya aku yang harus kesana."
Ki Hoon bangkit dari duduknya dan berjalan mendekati Eun Jo. Ia mengeluarkan sebuah lipatan kertas kecil.
"Setiap kali memulai percakapan dengamu, aku tidak pernah bisa menyelesaikannya." kata Ki Hoon. "Karena setiap kali aku bicara, kau selalu pergi tanpa kata. Benar-benar kebiasaan yang buruk."
Ki Hoon menyerahkan surat itu pada Eun Jo. Eun Jo membukanya.
"Sampai aku bisa memberitahukan padamu semua yang ada di daftar itu, jika kau berpikir untuk melangkah satu kaki saja, kau akan berada dalam masalah, Anak Nakal." ujar Ki Hoon. "Mengerti?"
Eun Jo diam.
"Satu. Apapun yang terjadi, jangan terkejut." kata Ki Hoon, tersenyum. "Dua. Percayalah padaku bahwa Perusahaan Anggur Dae Sung akan tetap berjalan. Jika kita melewati ini, walaupun ada gempa bumi, kita tidak akan tergoyahkan."
"Berhenti bicara omong kosong dan katakan padaku." kata Eun Jo tidak sabar.
Ki Hoon tidak menggubris Eun Jo. "Tiga. Kau harus tutup mulut. Kau tidak boleh bicara. Kau tidak boleh menangis. Kau tidak boleh berteriak. Jika tidak, maka akan sangat berat untukku. Dan yang keempat... Setelah semua masalah ini selesai, jika aku masih bisa melihatmu lagi, aku akan memberitahu hal yang keempat. Simpan catatan itu. Itu sangat penting."
Ki Hoon berjalan pergi.
Eun Jo terlihat marah. "Apa maksudmu?!" serunya, mengejar Ki Hoon. "Apa kau bercanda?! Apa yang terjadi sampai kau berbuat seperti ini?!"
"Apa yang terjadi tidak penting." jawab Ki Hoon. "Pada akhirnya, semua ini akan berakhir. Seperti tidak pernah terjadi apapun, semua akan pergi. Hanya itulah yang perlu kau tahu."
Keesokkan harinya, para tetua datang lagi ke perusahaan untuk menemui Hyo Seon dan Eun Jo.
"Apa yang kalian katakan saat ini bukan untuk menanyakan pendapat kami, tapi kalian memang sudah membuat keputusan?" tanya Hyo Seon sedih. "Semua yang kudengar salah, bukan?"
Para tetua diam.
Hyo Seon berusaha tegar. "Tentu saja, kalian semua memegang saham perusahaan. Jadi kalian memiliki hak untuk membuat keputusan. Aku tahu semua itu, tapi..."
Eun Jo terdiam. Ia teringat perkataan Ki Hoon tadi malam.
"Perusahaan ini adalah perusahaan milik ayah." ujar Hyo Seon, menahan tangis. "Perusahaan ini bukan perusahaan biasa. Tapi, perusahaan ini adalah Perusahaan Anggur Dae Sung. Perusahaan Anggur Dae Sung akan tetap menjadi Perusahaan Anggur Dae Sung. Memberikannya pada orang lain akan..."
"Hyo Seon." panggil Kakek.
"Ya, Kakek."
"Keputusan sudah diambil." ujar Kakek. "Kami telah menyerahkan semuanya pada kalian yang tidak berpengalaman. Dengan melakukan itu, kami merasa bahwa kami telah memberikan beban yang sangat berat pada kalian."
"Kakek, kami merasa tidak terbebani." kata Hyo Seon. "Bagaimana bisa kita menyerahkan Perusahaan Dae Sung begitu saja?"
Paman Hyo Seon menunduk.
"Perusahaan Hong yang melakukannya." Eun Jo menjawab pertanayaannya sendiri. "Ayah... Ayah kami... Jika bukan karena orang-orang yang bekerja di Perusahaan Hong, ia tidak akan jatuh sekarang. Ayah kami yang meninggal, pergi dengan hati yang tulus. Tapi para tetua membuat kematian ayah kami sia-sia. Apa yang harus kami lakukan?"
Para tetua diam dan memalingkan muka.
"Kepala keluarga ini sudah tidak ada. Apa yang harus kami lakukan?" ujar Eun Jo meneruskan. "Semua impian yang belum sempat diwujudkan ayah kami, perkataan 'kalian harus melakukan itu untukku'... Aku masih ingat dengan jelas. Bagaimana mungkin kalian bisa membuang semuanya dan membuat keputusan ini?"
"Diam, kau!" kata Nenek. "Kau tidak seharusnya bicara! Ibumu hanyalah seorang wanita rendahan. Beraninya kau mengajari kami!"
"Nenek!" seru Hyo Seon. "Jangan bicara seperti itu tentang ibuku! Apa kalian pernah mengikuti ibuku dan melihatnya langsung? Apa kalian punya bukti?! Jika ibuku memang seperti itu, aku tidak akan pernah memaafkannya. Bukankah aku sudah berkali-kali mengatakannya pada kalian?! Walaupun jika semua itu benar, kalian para tetua, tidak berhak bicara seperti itu. Untuk adikku, Joon Soo, tolong jangan bersikap seperti itu, Nenek."
"Apa kau tahu bahwa anak itu benar-benar adikmu?" kata Nenek sinis.
Eun Jo terpukul mendengar kata-kata Nenek. Ia oleng dan hampir terjatuh.
"Kakak..." ujar Hyo Seon, memegangi Eun Jo.
"Sejak wanita itu datang ke rumah ini, ia selalu menyebabkan masalah." kata Nenek.
"Nenek!" teriak Hyo Seon.
"Jika itu memang benar, apa yang akan kalian lakukan?" tanya Eun Jo, menatap Nenek tajam. "Karena ayah sudah meninggal, kita tidak bisa mengakhiri ini dengan perceraian. Semua kekacauan ini dan ibuku sama sekali tidak berhubungan!"
"Beraninya kau bersikap seperti itu pada para tetua!" seru Nenek marah seraya menggebrak meja.
Eun Jo sangat marah dan berjalan ke luar ruangan. Hyo Seon mengikutinya.
"Bicaralah denganku." kata Hyo Seon, mengejar Eun Jo.
"Kau sudah tahu dan para tetua sudah tahu." kata Eun Jo. "Semua orang sudah tahu."
"Gunakan akal sehatmu." kata Hyo Seon. "Apakah itu penting? Jika kau seperti ini, perusahaan kita akan diberikan pada Perusahaan Hong. Kau mau itu terjadi? Aku tidak akan membiarkan itu. Aku akan berlutut di depan para tetua dan memohon. Sampai aku mendengar kau mengatakan bahwa kau tidak akan membiarkan semua ini terjadi, aku tidak akan menyerah. Apa yang akan kau lakukan? Orang pintar sepertimu, berpikirlah!"
"Tunggu. Tolong tunggu sebentar. 1 jam. Tidak, 30 menit. 10 menit. Aku ingin sendirian 10 menit."
Eun Jo pergi. Hyo Seon menangis dan berteriak, "Jangan pernah menyerah. Dan jangan pernah berpikir untuk meninggalkan aku..."
Eun Jo pergi ke ruang penyimpanan anggur dan menelepon ibunya. Karena ponsel ibunya tidak aktif, ia meninggalkan pesan. Ia mengatakan pada ibunya bahwa ia telah menerima semprotan karena kesalahan yang telah dilakukan Kang Sook. Ia menyuruh agar ibunya bersembunyi dan jangan pernah kembali. Eun Jo akan menerima semua cacian dan hinaan dari orang lain demi ibunya.
"Anggur-anggur ini terfermentasi dengan baik, Eun Jo." kata Ki Hoon, mendadak muncul di ruang penyimpanan anggur.
Eun Jo berdiri dari duduknya, terkejut.
Ki Hoon mendekati Eun Jo dan mengusap air matanya.
"Karena aku adalah anak wanita jahat, apakah aku juga jahat?" pikir Eun Jo dalam hatinya. "Apapun kesalahan yang telah dilakukan pria ini, aku sudah memaafkannya."
"Aku sudah bilang padamu untuk tetap tenang." kata Ki Hoon. "Kenapa kau menangis?"
"Karena pria ini, aku tidak ingin melakukan apa-apa lagi." pikir Eun Jo. "Aku ingin bergantung padanya."
"Aku mengatakan padamu agar tidak terkejut. Tapi kau terkejut. Aku mengatakan padamu untuk tidak bicara, tapi sekarang kau menangis. Sekarang aku jadi merasa harus melakukan sesuatu. Aku merasa takut, tapi aku tidak akan menghindarinya. Aku akan melakukan sebisaku." Ki Hoon memegang kedua pundak Eun Jo, kemudian berjalan pergi.
Mendengar bahwa Ki Hoon takut, Eun Jo juga ikut takut. "Tunggu! Kau akan pergi kemana? Apa yang akan kau lakukan?" tanyanya.
Ki Hoon tersenyum. "Aku akan segera kembali." katanya. "Untuk saat ini, jangan lakukan apapun. Tunggu aku seperti gadis baik dan jangan menangis."
Ki Hoon pergi mengendarai mobilnya.
Hyo Seon dan Eun Jo berusaha mencari tahu masalah pembelian Perusahaan Anggur Dae Sung. Setelah mencari catatan-catatan di departemen finansial, mereka berunding di mobil. Jung Woo hanya diam mendengar dari balik kemudi mobil.
"Tidak ada catatan apapun." kata Eun Jo. "Setelah membeli perusahaan kita, kurasa mereka berusaha melenyapkan segala bukti."
"Apa? Membeli dan melenyapkan?" tanya Hyo Seon. "Walaupun mereka sudah membeli perusahaan kita, mereka harus tetap mempertahankan nama..."
"Semuanya bohong." potong Eun Jo. "Mereka hanya ingin melenyapkan semuanya. Karena itulah produk kita akan menjadi bagian tunggal Perusahaan Hong. Selain itu, mereka mencariku untuk mencari tahu mengenai ragi kita. Itu artinya, aku akan menjadi pembuat ragi Perusahaan Hong."
"Apa?"
"a, pasti begitu." pikir Eun Jo. "Tidak ada alasan bagi mereka untuk membeli Perusahaan Dae Sung dengan harga tinggi. Itu tidak masuk akal."
"Tolong jelaskan padaku. Aku tidak mengerti." kata Hyo Seon.
"Ayo kita pergi." ajak Eun Jo. "Tidak ada cara lain untuk kita selain berusaha membujuk para tetua."
Ki Hoon datang ke Perusahaan Hong untuk memberikan dokumen pada Ki Jung dan Presiden Hong. Setelah membaca dokumen itu, Presiden Hong melempar dokumen ke meja dengan marah. Sama halnya dengan Ki Jung.
Ki Hoon tersenyum.
"Siapa? Siapa yang memberimu informasi palsu ini?" tanya Ki Jung.
"Kau tidak perlu tahu." jawab Ki Hoon. "Itu tidak penting."
"Kalau begitu, katakan apa yang ingin kau lakukan. Katakan rencanamu." kata Ki Jung. "Kau datang untuk membuat kesepakatan dengan kami. Aku ingin dengar apa yang kau tawarkan."
"Tutup mulutmu, Ki Jung." kata Presiden Hong. "Informasi ini bukan berasal dari perusahaan kami. Bagaimana bisa kau menggunakan informasi palsu untuk membuat kesepakatan dengan kami?"
Ki Jung hendak bicara lagi, namun Presiden Hong melarangnya. "Jangan katakan apapun, Ki Jung."
Ki Hoon tersenyum. "Karena kau menanyakan apa keinginanku, itu artinya kau mengakui bahwa informasi ini benar, Kakak?"
"Itu tidak benar." jawab Presiden Hong.
"Jika aku tahu apa keinginanmu, aku bisa menerima permintanmu atau memberimu pilihan lain. Katakan pada kami." jawab Ki Jung. "Kau seperti rubah. Berjalan dengan wajah yang menyedihkan. Aku khawatir bahwa aku bersikap terlalu keras padamu."
Ki Hoon masih tersenyum dan bicara dengan tenang. "Setelah aku melihat informasi itu, aku sangat terkejut, Kak. Aku berpikir, sangat luar biasa jika hal seperti itu terjadi. Kau sangat berbakat. Bahkan orang yang belajar di Amerika juga sangat terkesan. Siapa menurutmu? Orang yang sangat pintar dalam masalah luar negeri."
Ki Jung terkejut. "Diam kau! Tanpa melakukan ini, kau pikir Perusahaan Jung bisa tumbuh dengan cepat dalam waktu singkat hanya menggunakan kemampuan ayah? Cepat katakan apa yang kau inginkan!"
Presiden Jung memejamkan mata dan menarik napas dalam. Kata-kata Ki Jung tadi sama halnya dengan mengakui bahwa informasi tersebut memang benar.
"Kau sudah tahu apa yang kuinginkan." jawab Ki Hoon tenang. "Jangan sentuh kami. Jangan sentuh Perusahaan Anggur Dae Sung." Ia diam sejenak, kemudian mengeluarkan ponselnya. "Tolong tunggu sebentar, aku ingin mengirim pesan."
Ki Hoon menekan tombol ponselnya. Di ruang kerja Perusahaan Dae Sung, komputer menyala. Sebuah email masuk.
Ki Hoon menyalakan ponselnya dan terdengar suara Ki Jung. Rupanya Ki Hoon merekam semua percakapannya tadi dengan Ki Jung, sebagai bukti.
Ki Jung mendekati Ki Hoon dan mengambil ponselnya.
"Aku sudah mengirim rekaman itu ke tempat yang aman." kata Ki Hoon. "Aku akan memberimu waktu. Besok, kembalikan semua yang sudah kau beli dari para tetua." Ia mengambil kembali ponselnya dan berjalan pergi.
Setelah Ki Hoon pergi, Ki Jung mengambil ponselnya sendiri.
"Apa yang ingin kau lakukan?!" seru Presiden Hong cemas.
"Apa kau ingin memintaku untuk membiarkan semua ini?" tanya Ki Jung dingin. Ia berniat melakukan sesuatu.
Hyo Seon dan Eun Jo berusaha menyelamatkan perusahaan.
"Kita harus mendapatkan 2 orang pemegang saham lagi." kata Eun Jo. "Kita sudah memiliki 40%. Hanya tinggal 11% lagi."
"Siapa yanga kan kita bujuk?" tanya Hyo Seon.
"Kakek Jobu dan Nenek Dang Sook." jawab Eun Jo.
Hyo Seon menawarkan diri untuk menemui Nenek, sementara Eun Jo menemui Kakek. Tapi Eun Jo menolak. Ia ingin menemui Nenek.
Mereka akan pergi besok pagi.
Kang Sook mencuci piring dengan hati tidak tenang. Pikirannya tidak bisa lepas dari perkataan Hyo Seon dan Eun Jo hari sebelumnya.
Ki Hoon mengendarai mobilnya malam itu. Ia curiga bahwa dari belakang, dua buah mobil terus mengikutinya. Ki Hoon berhenti di sisi jalan. Dua mobil itu berjalan melewatinya.
Eun Jo masuk ke ruang kerja Perusahaan Dae Sung. Disana, ia melihat komputer menyala dan ada satu buah email masuk. Eun Jo membukanya, tapi ternyata email itu diberi password. Eun Jo mencoba menebak password itu, namun gagal.
Jung Woo dan Hyo Seon masuk ke rumah dengan membawa banyak buku.
Tidak lama setelah itu, Ki Hoon tiba di depan gerbang rumah dan keluar dari mobilnya. Mendadak, dua orang pria menyekap dan menculik Ki Hoon.
Ki Hoon dibawa masuk ke mobil. Saat kedua mobil lewat perusahaan, Eun Jo juga berjalan keluar, tapi sayang ia tidak menyadari mobil tersebut.
"Lepaskan aku!" seru Ki Hoon. "Apa Hong Ki Jung yang memerintahkan kalian?!"
"Dia belum kembali?" tanya Eun Jo pada Jung Woo. Ia sangat mencemaskan Ki Hoon.
Jung Woo menggeleng.
"Tidak ada telepon juga?" tanya Eun Jo lagi.
"Tidak ada." jawab Jung Woo.
Eun Jo beranjak masuk lagi ke dalam rumah, tapi Jung Woo mengatakan bahwa ia ingin bicara dengan Eun Jo.
Di dalam, Hyo Seon membacakan buku cerita untuk Joon Soo. Mendadak ia teringat saat neneknya mengatakan bahwa Joon Soo mungkin saja bukan anak Dae Sung. Hyo Seon menggeleng-geleng, berusaha membuang pikiran itu jauh-jauh.
"Apa katamu?" tanya Eun Jo pada Jung Woo.
"Aku memiliki yang yang kuhasilkan." kata Jung Woo. "Jika itu tidak cukup, aku bisa berhutang."
"Kau ingin menikah?" tanya Eun Jo, keget.
"Ya." jawab Jung Woo.
"Benarkah?"
"Ya!" jawab Jung Woo. "Untuk saat ini, aku butuh kamar tidur dan dapur. Apa bisa?"
Eun Jo tersenyum.
"Aku akan mulai dengan itu dan kemudian menambah jumlah sendok dan piring." kata Jung Woo. "Tidak bisakah aku hidup seperti itu?"
"Kupikir kau akan menikah beberapa tahun lagi." kata Eun Jo. "Jika kau menikah beberapa tahun lagi, aku pasti bisa memberikan lebih padamu. Saat ini, aku tidak bisa membantumu. Aku tidak ingin memintamu menungguku sampai bisa membantumu. Aku mengerti, berhutang atau apapun, aku akan membantumu."
Eun Jo masuk kembali ke dalam rumah. Jung Woo menarik napas panjang. "Bukan begitu, Kakak. Aku sedang berusaha mengungkapkan padamu..."
Setelah berunding masalah perusahaan, Hyo Seon mengajak Eun Jo ke kamarnya. Hyo Seon mengeluarkan kotak barang berharganya dan menuangnya di ranjang.
Hyo Seon menunjukkan pakaian ibu kandungnya dan menceritakan pada Eun Jo ketika Kang Sook menggunakan pakaian itu dulu.
Eun Jo melihat surat dari Ki Hoon yang disembunyikan Hyo Seon, kemudian mengambil dan membukanya. Surat yang ditulis dalam bahasa Spanyol.
"Jika aku melihat wajahmu, mungkin aku tidak akan sanggup pergi." kata Ki Hoon dalam suratnya. "Jadi aku pergi begitu saja. Saat ini, aku pergi sendirian. Tapi suatu saat nanti, aku akan menggandeng tanganmu dan membawamu ke Ushuaia, ke bulan, juga ke bintang,"
Eun Jo memegang surat itu dengan tangan bergetar. Ia bangkit dari duduk dan berjalan menuju kamarnya.
"Jangan lari." kata Ki Hoon dalam lanjutan suratnya. "Jangan pergi kemanapun dan tunggu aku di rumah. Aku akan mengatasi semuanya dengan keyakinan bahwa kau akan menungguku. Dan aku ingin kau yakin bahwa aku akan kembali untukmu. Aku menyukaimu, Eun Jo. Di dunia ini, kaulah orang yang paling kusukai. Aku mencintaimu. Jangan pergi kemana-mana dan tunggu aku. Aku ingin sekali menulis surat yang membuat jantungmu berdebar. Jadi, kutulis surat ini. Saat ini aku harus melewati jembatan dimana tidak ada jalan kembali. Aku ingin kau menahanku pergi. Maukah kau menahanku? Jika kau menahanku, kurasa aku mungkin bisa berhenti saat ini. Sebelum aku naik ke kereta ini, tolong tahan aku."
Eun Jo berlari ke tempat penyimpanan anggur dengan perasaan kacau balau. "Aku tidak bisa menangis." pikirnya dalam hati. "Hatiku seperti terganjal sesuatu."
"Aku akan membawamu ke bulan dan ke bintang." kata Ki Hoon.
"Kapan?"
"Maukah kau menahanku pergi?"
"Bagaimana?"
Eun Jo menangis, setelah ia menyadari bahwa Ki Hoon mengalami penderitaan yang sama dengannya. Bahwa Ki Hoon, sama seperti dirinya, tidak memiliki siapapun.
Di kamar, Hyo Seon tersenyum, namun dengan mata berkaca-kaca. Ia sudah lega, akhirnya bisa menyampaikan surat Ki Hoon pada Eun Jo.
Sampai keesokkan harinya, Eun Jo tidak bisa tidur karena menunggu kedatangan Ki Hoon. Pagi-pagi sekali, ia menggedor kamar Ki Hoon dan Jung Woo. Tapi Ki Hoon belum juga pulang.
"Ia menyuruhku menunggunya, jadi ia pasti kembali." gumam Eun Jo cemas. "Jika ia mengatakan akan kembali, ia pasti akan kembali."
Eun Jo berlari ke luar gerbang. Mobil Ki Hoon sudah ada disana dan tidak terkunci. Tapi kenapa Ki Hoon tidak ada?
"Jung Woo, ada sesuatu yang terjadi, bukan?" tanya Eun Jo khawatir. Ia bergegas berlari ke ruang kerja Perusahaan Dae Sung. Jung Woo mengikutinya. Ia meminta Jung Woo mengatakan pada Hyo Seon agar Hyo Seon bicara pada nenek untuk menggantikannya.
Eun Jo membuka email lagi dan mencoba beberapa password. Tetap gagal.
Eun Jo terduduk panik. "Ia akan mengatakan 4 hal padaku, tapi ia baru memberitahukan 3 hal." gumam Eun Jo, berpikir. "Apa hal keempat?"
Akhirnya ia mengetikkan beberapa huruf di kolom password. Password tersebut benar.
Presiden Hong datang ke perusahaannya dengan cemas. Ia masuk ke ruangan Ki Jung, tapi ruangan tersebut kosong.
"Ia sedang pergi keluar." kata seorang pegawai.
"Kemana?" tanya Presiden Hong.
"Aku tidak tahu."
Orang-orang suruhan Ki Jung membawa Ki Hoon ke sebuah hotel. Wajah Ki Hoon babak belur. Sepertinya ia dipukuli.
Ki Jung datang ke kamar itu. "Aku menyesal karena harus melakukan ini." katanya. "Aku tidak ingin menyakitimu. Besok, ayah dan ibu akan bercerai. Beberapa hari kemudian, akan dilakukan kesepakatan. Diantara perceraian dan kesepakatan, permasalahan Perusahaan Anggur Dae Sung akan selesai. Kau bisa tinggal disini selama beberapa hari."
"Aku tidak tahu kalau kau punya geng, Kak Ki Jung." ujar Ki Hoon, tersenyum.
"Orang yang memberitahumu adalah Direktur Park, bukan?" tanya Ki Jung dingin.
"Tanpa akupun kau akan jatuh, Kak." ujar Ki Hoon tenang. "Aku sudah tahu kau akan menggunakan cara seperti ini. Kau orang yang sangat lemah."
Ki Hoon diam sejenak, kemudian memukul Ki Jung dan mencoba kabur. Orang-orang Ki Hoon memukul dan dan menangkapnya lagi.
"Semuanya akan segera berakhir, Ki Hoon." kata Ki Jung. "Simpan tenagamu dan diam."
Eun Jo mendengarkan rekaman Ki Hoon. "Jung Woo, kurasa kakak Ki Hoon menangkapnya."
"Apa?"
"Orang ini berusaha membuat kesepakatan dengan Perusahaan Hong menggunakan kelemahan mereka. Informasi itu... ada di komputer ini. Masukkan komputer ini ke mobil, Jung Woo. Kita akan melakukan pertukaran dengan mereka." Eun Jo diam sejenak. "Apa yang dilakukan Hyo Seon?"
Di saat yang sama, Hyo Seon sedang berlutut di depan rumah Nenek Dong Sook. Karena neneknya tidak mau bicara dan menemuinya, Hyo seon tetap berlutut dan memohon sampai neneknya mau menemuinya.
"Apa nenek mau bertanggung jawab atas Joon Soo?" tangis Hyo Seon. "Dengan uang hasil penjualan perusahaan, apakah kau akan membayar biaya kuliah Joon Soo? Apakah kau akan menikahkan aku dan kakakku? Nenek! Nenek...."
Mendadak, Jung Woo berjalan mendekati Hyo Seon dengan iba. Hyo Seon mendongak kaget.
"Aku datang untuk menemanimu." kata Jung Woo. "Kakak menyuruhku menemanimu."
Eun Jo menelepon Ki Jung. "Kau menculik Hong Ki Hoon, bukan?"
"Ia adikku. Untuk apa aku menculik adikku sendiri?" jawab Ki Jung.
"Kau pernah berkata bahwa ia bukan adikmu." kata Eun Jo. "Aku tidak merekamnya, tapi aku ingat dengan jelas. Kau hanya memiliki satu adik, yaitu Hong Ki Tae. Hong Ki Jung bukan adikmu, tapi hanyalah putra ayahmu. Dengan kata-katamu itu, aku bisa menebak bagaimana kau memperlakukan adik tirimu."
"Katakan apa yang ingin kau katakan padaku." ujar Ki Jung. "Jika mengenai Ki Hoon, aku tidak akan mengatakan apa-apa. Aku akan menutup telepon."
Eun Jo meminta Ki Jung melepaskan Ki Hoon. Jika tidak, maka ia akan melaporkan semua informasi mengenai kejahatan perusahaan Hong ke polisi.
"Saat ini, aku sedang berada di depan kantor polisi." kata Eun Jo. "Aku tidak tahu informasi macam apa yang ada dalam file itu, tapi aku yakin bahwa kalian sudah melakukan kejahatan besar. Aku ingin menukar informasi ini dengan Hong Ki Hoon."
Eun Jo mengatakan bahwa ia rela memberikan semua yang dibutuhkannya untuk menyelamatkan Perusahaan Anggur Dae Sung demi Ki Hoon. Ia yakin, Dae Sung juga akan menganggap itu keputusan yang benar. Eun Jo memberikan waktu pada Ki Jung untuk membebaskan Ki Hoon. Jika tidak, maka semua informasi mengenai Perusahaan Hong akan jatuh ke tangan polisi.
Setelah selesai bicara, Eun Jo menutup telepon dan menangis.
Akhirnya Ki Jung membebaskan Ki Hoon.
Ki Hoon menelepon Eun Jo. "Turunkan jendela mobilmu agar aku bisa melihatmu." katanya.
Eun Jo menoleh dan melihat Ki Hoon ada di seberang jalan.
"Siapa yang menyuruhmu melakukan ini?" tanya Ki Hoon.
"Kau baik-baik saja?" tanya Eun Jo.
"Kau tidak bisa lihat? Aku baik-baik saja." jawab Ki Hoon. "Kau tidak bisa melakukannya. Informasi itu adalah kunci untuk menyelamatkan Perusahaan Anggur Dae Sung."
Eun Jo menangis dan menggeleng.
Ki Hoon menutup telepon dan menyeberang jalan, menuju ke mobil Eun Jo.
Eun Jo turun dari mobilnya dan menyeberang jalan. Ia berlari dan memeluk Ki Hoon di tengah jalan.
Sinopsis Cinderella's Stepsister Episode 20
FULL CREDIT TO :
http://princess-chocolates.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar