Choi Seok Bong adalah putra seorang chaebol a.k.a konglomerat. Belum. Kenapa aku bilang belum? Begini ceritanya.
Saat masih muda, ibu Seok Bong memergoki kekasihnya bersama dengan wanita lain di sebuah bandara, padahal ia sudah membawakan kue tar khusus untuk menyambut kedatangan kekasihnya itu. Ibu Seok Bong marah dan melempar kue tersebut ke wajah kekasihnya. Sedikit krim kue menempel di pantatnya.
Ia kemudian pergi dan duduk di sebuah bangku. Tanpa ia sadari, ia menduduki tiket pesawat seorang pria. Karena sedang sedih dan terpukul, ibu Seok Bong malah mengomeli pria itu. Ia kemudian berjalan pergi keluar bandara dan tiket pesawat si pria menempel di pantatnya.
Pria itu berusaha mengambil tiketnya. Belum sempat diambil, tiket tersebut malah terbang terkena angin. Ibu Seok Bong merasa menyesal dan mengajak pria itu pergi minum.
Keesokkan harinya, ibu Seok Bong terbangun dan sadar bahwa ia dan pria itu menghabiskan malam bersama.
Tiba-tiba di televisi muncul sebuah berita mengenai kecelakaan pesawat. Pesawat tersebut adalah pesawat yang kemarin seharusnya dinaiki si pria. Pria itu berterima kasih pada ibu Seok Bong dan memberinya sebuah kalung.
Mendadak, seseorang memanggil pria itu.
"Sesuatu yang darurat terjadi." kata pria itu. Ia mengeluarkan sebuah buku berjudul The Great Gatsby dan menulis nomor telepon di halaman belakang buku tersebut. "Aku harus pergi ke luar negeri selama satu minggu. Telepon aku. Kau akan meneleponku, bukan?"
Ibu Seok Bong mengangguk. Pria tersebut pergi terburu-buru dengan mobilnya.
"Siapa dia?" tanya Ibu Seok Bong pada penjaga hotel.
"Dia dari keluarga konglomerat." jawab penjaga hotel.
Beberapa hari kemudian, ketika ibu Seok Bong hendak menelepon si pria, seorang nenek terjatuh. Ibu Seok Bong bergegas membantu dan tidak sengaja meninggalkan buku tersebut di kotak telepon umum.
Kalung pemberian pria itulah yang kini dipakai Seok Bong. Seok Bong bertekad untuk menemukan ayahnya.
Beberapa tahun kemudian.
Seok Bong menghadiri sebuah seminar yang dihadiri oleh para konglomerat. Untuk mencuri perhatian, ia bicara dan berpidato mengomentari materi yang disampaikan pembawa seminar. Setelah itu, ia menunjukkan kalungnya. "Bisakah kalian melihat kalungku?" katanya.
Semua peserta melihat kalungnya. Ada salah seorang peserta yang terkejut, namun diam dan tidak mengatakan apa-apa. Ia kemudian memerintahkan anak buahnya agar mencari tahu mengenai Seok Bong.
Seminar tersebut diadakan di sebuah hotel mewah tempat Seok Bong bekerja sebagai bellboy. Ia berpura-pura menjadi peserta seminar agar bisa mencari tahu keberadaan ayahnya.
"Kami adalah bayangan kami sendiri." kata Kapten Hotel, menyuruh semua bellboy mengikuti ucapannya. "Kami tidak terlihat."
Semua bellboy mengikuti, kecuali Seok Bong.
"Kenapa kau tidak mengikuti ucapanku?" tanya Kapten Hotel.
"Karena aku bukan bayangan ataupun manusia tidak terlihat." kata Seok Bong dengan angkuh layaknya seorang konglomerat.
"Lalu, kau apa?"
"Putra konglomerat." jawab Seok Bong tegas.
Kapten hotel menjewer telinganya. "Tidak ada konglomerat yang mengakuimu sebagai putra mereka." katanya, menarik telinga Seok Bong keras. "Kenapa kau mengaku-ngaku sebagai putra mereka? Jika telingamu terasa sakit, berteriak."
"Aku tidak akan berteriak walaupun sakit." kata Seok Bong angkuh. "Aku akan bersikap seperti konglomerat seharusnya bersikap."
Kapten hotel menggigit telinganya, tapi Seok Bong tetap tidak berteriak.
Di pihak lain, Lee Shin Mi adalah putri seorang konglomerat.Suatu hari ia dipanggil pulang ke Korea dari liburannya karena ada masalah gawat dengan perusahaan.
"Ketua tim, untuk apa kau dibayar?" tanya Shin Mi angkuh. "Jika kau tidak bisa mengurus pekerjaanmu, lebih baik mengundurkan diri."
"Situasi ini sangat sulit." kata Ketua Tim memberi alasan.
"Itukah alasanmu?" tanya Shin Mi dingin. "Lupakan soal alasan. Bagaimana persiapan yang sudah kuperintahkan padamu?"
Shin Mi datang ke sebuah perusahaan. Disana, para pegawai ribut berdemo.
"Kenapa berisik sekali disini?" tanya Shin Mi, keluar dari mobilnya. "Jika kalian bersikap seperti ini, apa yang kalian pikir akan kalian dapatkan?"
Ketua aksi demo muncul. "Siapa kau?"
"Direktur Merger dan Akuisisi Perusahaan Oh Sung, Lee Shin Mi." kata Ketua Tim menjawab mewakili Shin Mi.
Begitu mendengar nama Shin Mi, para pendemo berteriak bersama, "Pergi! Pergi!"
Ketua aksi demo menunjukkan beberapa lembar dokumen pada Shin Mi. "Ini adalah petisi dari seluruh pegawai yang menolak untuk bekerja dibawah pimpinanmu."
"Apakah kau presidennya?" tanya Shin Mi tenang.
"Benar, aku presidennya." jawab ketua pendemo.
"Apakah kau pantas menjadi presiden?" tanya Shin Mi menantang. "Jika kau presiden, maka perusahaan akan hancur. Kenapa kau bersikeras ingin menjadi presiden?"
"Ini bukan keinginanku, tapi keinginan para pegawai." kata ketua pendemo.
"Jangan buat aku tertawa." kata Shin Mi mengejek. "Sebesar apapun kau ingin menjadi presiden, apakah kau harus menjual pegawaimu? Kau sangat pengecut." Shin Mi mengambil kertas dokumen dan melemparnya ke atas. Ia berpaling pada para pendemo. "Apakah aku harus pergi?" tanyanya. "Jika kalian ingin aku pergi, maka aku akan pergi. Tapi siapa yang akan membayar gaji kalian? Perusahaan kalian rugi 200 juta won tahun lalu. Hutang mencapai 10 triliun won. Itu artinya kalian sedang berada diambang kebangkrutan."
Para pendemo berpikir dan cemas.
"Jika aku mundur sekarang, perusahaan kalian akan hancur karena hutang yang tidak bisa dibayar." kata Shin Mi menambahkan. "Apa itu yang kalian inginkan? Biar kupersingkat. Aku datang untuk memberi kalian kesempatan menjadi pegawai Oh Sung. Mengubah status karyawan penuh hutang menjadi karyawan perusahaan terbaik di Korea."
"Jangan tertipu!" seru ketua pendemo. "Wanita ini memperalatmu! Kalian tidak bisa mempercayai wanita ini! Begitu ia mengambil alih perusahaan, mereka akan memecat kalian terlebih dulu!"
Shin Mi meminta anak buahnya memberinya gunting. Ia kemudian memotong sebagian rambutnya. "Ini adalah benda yang paling kuhargai dalam hidupku." kata Shin Mi seraya mengangkat potongan rambutnya. "Aku akan berjanji pada kalian dengan rambutku yang berharga. Jika kalian mempercayai aku, maka aku akan mempercayai kalian. Jika kalian bekerja keras dan menunjukkan peningkatan, maka aku tidak akan memecat kalian, aku berjanji. Sekarang, jika kalian ingin bekerja dibawah Oh Sung, berdirilah di belakangku."
Para pendemo bingung dan ragu.
"Kenapa kalian lamban sekali?" tanya Shin Mi. "Apa kalian tidak mau dibayar?"
Seorang pendemo berlari ke belakang Shin Mi, diikuti oleh pendemo-pendemo yang lainnya. Akhirnya, semua pendemo berdiri di belakang Shin Mi.
Di hotel, Kapten Hotel bertanya pada bellboy siapa yang bersedia melayani kebutuhan Direktur Lee Shin Mi yang akan segera datang. Tidak ada bellboy yang bersedia.
"Akan kuberi bonus 50%." bujuk Kapten Hotel. Tetap tidak ada yang bersedia. "70%." Tetap tidak ada yang bersedia. "Baiklah, jangan terkejut. Bonus 100%!" Tetap tidak ada yang bersedia. Kapten Hotel terpaksa menunjuk bellboy dengan paksa.
"Kang Woo, kau yang melakukannya." perintah Kapten.
"Lebih baik aku mati." kata Kang Woo.
"Baik! Mati saja!" seru Kapten. Ia berpaling pada bellboy yang lain. "Han Yoo Dong. Lakukan untuk adikmu."
"Tidak." kata Han Yoo Dong. "Aku harus bertahan hidup untuk menjaga adikku. Aku tidak bisa menempatkan diriku dalam bahaya. Lebih baik aku mengundurkan diri."
Seok Bong teringat ibu pemilik kostnya yang menagih uang sewa. "Aku akan melakukannya." kata Seok Bong menawarkan diri. "Tapi aku minta tambahan 20%. Jadi bonus 120%."
"Apa?!"
"Jika kau tidak mau, maka lupakan saja."
"Baiklah!" seru Kapten cepat. Ia meminta bellboy yang lain memberi tepuk tangan yang keras untuk Seok Bong.
"Kenapa Nona harus memotong rambut?" tanya Ketua Tim, di dalam mobil menuju ke hotel.
"Kau pikir aku mau memotong rambutku?" Shin Mi bertanya balik. "Aku harus menunjukkan sesuatu pada orang yang tidak bisa mempercayaiku."
"Kalau begitu seharusnya Nona membeli rambut palsu." kata Ketua Tim.
"Rambut palsu mahal." kata Shin Mi.
"Direktur, aku akan mengisi bensin." kata anak buah Shin Mi, Han So Jung.
"Tunggu dulu!" kata Shin Mi, mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. "Gunakan poin kartu kredit untuk membeli bensin dan gunakan kupon gratis ini untuk mencuci mobil."
"Baik."
"Berhenti!" teriak Shin Mi tiba-tiba.
Mobil berhenti di sebuah toko yang sedang membagikan sampel gratis. Shin Mi membuka jendela mobil dan meminta sampel gratis.
Mobil Shin Mi akhirnya tiba di hotel. Para pegawai hotel berbaris di depan pintu masuk. Shin Mi keluar dari mobil.
"Han So Jung!" panggilnya begitu keluar dari mobil. "Jangan menginjak rem dengan keras. Itu pemborosan bensin."
"Selamat datang, Nona." sapa Kapten Hotel.
Shin Mi memandang barisan pegawai hotel. "Untuk apa kalian berbaris disana? Pergi bekerja! Aku membayar kalian bukan untuk berbaris."
Para pegawai langsung berlari masuk ke hotel.
Seok Bong datang dan membungkuk untuk memberi hormat pada Shin Mi.
"Berapa bonus yang kaudapatkan untuk melayaniku?" tanya Shin Mi. "Pecat dia!"
"Maaf?" tanya Kapten.
"Dia bukan tipe orang yang cocok melakukan pekerjaan ini." kata Shin Mi. "Ia tidak akan mau membungkukkan punggungnya untuk melayani orang lain."
"Maaf Nona." kata Kapten. "Tugas telah dibagi-bagi, jadi tidak ada orang lain yang bisa mengurus kamar Nona."
"Kalau begitu, pecat dia setelah aku pergi." kata Shin Mi.
Seok Bong mengantar Shin Mi ke kamarnya.
"Kau boleh pergi." kata Shin Mi.
"Apakah ada hal lain yang kau butuhkan?" tanya Seok Bong.
"Tidak. Kau boleh pergi."
"Kalau begitu, apakah ada hal yang kau lupakan?" tanya Seok Bong lagi.
Shin Mi menoleh tajam. "Apa kau... berharap mendapatkan tip?" tanya Shin Mo. "Jika itu masalahnya, lupakan saja. Aku tidak lupa. Aku sama sekali tidak ingin memberimu tip. Jangan mengharapkan tip dariku."
"Kenapa?"
"Karena aku tidak mau." jawab Shin Mi. "Pergi."
Seok Bong bingung kenapa putri seorang konglomerat tidak memberikan tip.
Han Yoo Dong bercerita. Shin Mi mau menempati kamar mewah karena kamar tersebut selalu kosong saking mahalnya. Ia tidak mau kamar kosong sia-sia. Tasnya dipenuhi dengan makeup sampel. Dia juga menggunakan poin kartu kredit dan kupon gratis sebanyak yang ia bisa. Ia akan meminta lampu dimatikan saat siang hari. Ia memerintahkan pegawai menggunakan pel manual untuk menghemat uang. Ia juga memerintahkan pihak hotel untuk memasang CCTV agar ia bisa tahu siapa orang yang meninggalkan kran air terbuka. Ia akan memperingatkan orang itu dan jika orang itu melakukannya lagi, maka orang itu akan diusir.
Seok Bong sangat kesal. Ia bertekad membuat Shin Mi memberi tip padanya.
Seok Bong datang ke kamar Shin Mi untuk mengantarkan cucian. Kamar tersebut kosong. Di meja, ia melihat sebuah koran penjualan saham. Shin Mi menandai beberapa saham disana.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Shin Mi. "Kau juga ingin membeli saham disana untuk mendapatkan uang? Kau tahu, memata-matai jual-beli saham juga merupakan kejahatan."
"Kurasa kau salah paham." kata Seok Bong.
"Salah paham?" tanya Shin Mi angkuh. "Kebenaran adalah apa yang kau lihat didepan mata. Aku tahu orang seperti apa kau. Kau adalah orang yang akan melakukan apapun untuk mengendus uang yang ada didepan hidungnya. Mencoba mengorek rahasia orang kaya. Berusaha mengambil apapun yang ditinggalkan orang kaya."
"Apa kau sudah selesai?" tanya Seok Bong. Ia menarik tangan Shin Mi dengan paksa dan membawanya ke kamar ganti karyawan.
"Kau pikir aku tipe orang yang akan mencuri sahammu?" tanya Seok Bong. "Berhenti bersikap angkuh."
Seok Bong mengeluarkan koran dari dalam lokernya. Koran tersebut juga ditandai di tempat yang sama.
"Kau ingin membeli saham ini?" tanya Seok Bong. "Jika kau membeli saham disini, maka kau akan kehilangan segalanya. Kenapa kau mau membeli saham dari perusahaan yang akan jatuh dalam waktu enam bulan? Kau pikir aku gila? Kau menandai ini untuk alasan itu."
Shin Mi terdiam.
"Putri konglometar, berhentilah hidup seperti itu." kata Seok Bong. "Daripada kau menjatuhkan perusahaanmu, bagaimana kalau kau menikah dan mengurus suamimu saja?"
"Kau!"
"Kau ingin memecatku?" tanya Seok Bong menantang. "Cepat pecat aku!"
Shin Mi tidak bisa menjawab.
Choo Woon Suk adalah seorang konglomerat. Setelah selesai dengan sesi wawancara, reporter mengajaknya bermain tenis, tapi tiba-tiba seorang gadis datang dan mengusir reporter itu.
"Aku mau memberitahu padamu bahwa tidak ada seorangpun yang bisa berkencan dengan Kakakku." kata gadis itu.
Woon Suk tertawa. "Tae Hee."
"Selamat karena kau berhasil mendapatkan perjanjian bisnis." kata Boo Tae Hee.Ia mengeluarkan sebuah kerta, hasil printout foto Woon Suk dengan seorang wanita. "Siapa wanita ini?"
"Wanita yang spesial." jawab Woon Suk.
"Apa? Wanita spesial?" tanya Tae Hee shock. "Aku tidak percaya apa yang baru saja kudengar."
"Percayalah."kata Woon Suk tenang.
"Lalu siapa aku?"
"Kau adalah... adikku yang spesial."
"Aku menolak!" kata Tae Hee. "Aku tidak mengikutimu untuk menjadi adikmu!"
"Karena kau memanggilku Kakak, maka aku menganggapmu adik." kata Woon Suk, tersenyum.
"Tuan Choo Woon Suk, dengarkan aku baik-baik. Walaupun saat ini aku bukan wanita spesial untukmu, tapi aku tidak akan menyerah. Suatu saat nanti, aku akan menjadi wanita yang kau pilih."
"Tae Hee..."
"Karena Boo Tae Hee sudah memilihmu, maka pria yang kupilih akan memilihku juga." kata Tae Hee. "Selamat tinggal, Woon Suk."
Tae Hee merasa sangat terpukul dan marah karena penolakan Woon Suk. Ia meminta anak buahnya mencari tahu mengenai wanita spesial Woon Suk.
Di hotel, para pegawai sedang mempersiapkan pesta untuk Konsulat Amerika yang akan dihadiri oleh para konglomerat. Mendekati pesta, tiba-tiba Shin Mi menghilang. Pihak hotel dan anak buah Shin Mi kelabakan mencarinya.
Akhirnya, Seok Bong berhasil menemukannya.
"Kenapa kau ingin melarikan diri?" tanya Seok Bong.
"Siapa yang melarikan diri?" bantah Shin Mi.
"Apa kau fobia pesta?" tanya Seok Bong.
"Aku hanya tidak menyukai tempat ramai." kata Shin Mi memberi alasan.
"Walaupun kau tidak suka, jangan tunjukkan." kata Seok Bong. "Walaupun kau suka, jangan tunjukkan. Kendalikan pikiran dan emosimu. Bukankah itu dasar keluarga konglomerat?"
Seok Bong memaksa Shin Mi kembali ke kamarnya.
Han So Jung bergegas membawakan gaun untuk Shin Mi dan mendandaninya.
Di meja kamar Shin Mi, Seok Bong melihat sebuah buku The Great Gatsby. Ketika ia mengulurkan tangan untuk mengambilnya, tiba-tiba Shin Mi datang dan mengambil buku itu. "Kau boleh pergi." katanya dingin.
Di pihak lain, Tae Hee tersiksa demi menjaga penampilannya. Gaun yang dipakainya terlalu sempit dan ia meminta pelayannya untuk menarik gaun dengan kencang.
"Apakah kau sudah menemukan wanita itu?" tanyanya pada anak buahnya.
Anak buah Tae Hee menyerahkan sebuah kertas printout foto. Disana ada foto Woon Suk bersama dengan Shin Mi.
Tae Hee terkejut.
Setelah Shin Mi keluar dari kamarnya dan pergi ke pesta, Seok Bong masuk ke kamar Shin Mi dengan alasan mengganti lampu. Ia berniat mencari buku The Great Gatsby milik Shin Mi.
Di pesta, Shin Mi bertemu dengan Woon Suk.
"Aku menggunakan undangan ini sebagai alasan untuk bertemu denganmu." kata Woon Suk.
Shin Mi berjalan acuh melewatinya.
"Kenapa kau tidak menelepon?" tanya Woon Suk. "Aku menunggu teleponmu."
"Sudah kubilang bahwa aku tidak akan menelepon." kata Shin Mi.
Seok Bong menemukan buku The Great Gatsby di laci dekat tempat tidur Shin Mi. Ia membuka lembar belakang buku itu dan terkejut melihatnya.
Saat masih muda, ibu Seok Bong memergoki kekasihnya bersama dengan wanita lain di sebuah bandara, padahal ia sudah membawakan kue tar khusus untuk menyambut kedatangan kekasihnya itu. Ibu Seok Bong marah dan melempar kue tersebut ke wajah kekasihnya. Sedikit krim kue menempel di pantatnya.
Ia kemudian pergi dan duduk di sebuah bangku. Tanpa ia sadari, ia menduduki tiket pesawat seorang pria. Karena sedang sedih dan terpukul, ibu Seok Bong malah mengomeli pria itu. Ia kemudian berjalan pergi keluar bandara dan tiket pesawat si pria menempel di pantatnya.
Pria itu berusaha mengambil tiketnya. Belum sempat diambil, tiket tersebut malah terbang terkena angin. Ibu Seok Bong merasa menyesal dan mengajak pria itu pergi minum.
Keesokkan harinya, ibu Seok Bong terbangun dan sadar bahwa ia dan pria itu menghabiskan malam bersama.
Tiba-tiba di televisi muncul sebuah berita mengenai kecelakaan pesawat. Pesawat tersebut adalah pesawat yang kemarin seharusnya dinaiki si pria. Pria itu berterima kasih pada ibu Seok Bong dan memberinya sebuah kalung.
Mendadak, seseorang memanggil pria itu.
"Sesuatu yang darurat terjadi." kata pria itu. Ia mengeluarkan sebuah buku berjudul The Great Gatsby dan menulis nomor telepon di halaman belakang buku tersebut. "Aku harus pergi ke luar negeri selama satu minggu. Telepon aku. Kau akan meneleponku, bukan?"
Ibu Seok Bong mengangguk. Pria tersebut pergi terburu-buru dengan mobilnya.
"Siapa dia?" tanya Ibu Seok Bong pada penjaga hotel.
"Dia dari keluarga konglomerat." jawab penjaga hotel.
Beberapa hari kemudian, ketika ibu Seok Bong hendak menelepon si pria, seorang nenek terjatuh. Ibu Seok Bong bergegas membantu dan tidak sengaja meninggalkan buku tersebut di kotak telepon umum.
Kalung pemberian pria itulah yang kini dipakai Seok Bong. Seok Bong bertekad untuk menemukan ayahnya.
Beberapa tahun kemudian.
Seok Bong menghadiri sebuah seminar yang dihadiri oleh para konglomerat. Untuk mencuri perhatian, ia bicara dan berpidato mengomentari materi yang disampaikan pembawa seminar. Setelah itu, ia menunjukkan kalungnya. "Bisakah kalian melihat kalungku?" katanya.
Semua peserta melihat kalungnya. Ada salah seorang peserta yang terkejut, namun diam dan tidak mengatakan apa-apa. Ia kemudian memerintahkan anak buahnya agar mencari tahu mengenai Seok Bong.
Seminar tersebut diadakan di sebuah hotel mewah tempat Seok Bong bekerja sebagai bellboy. Ia berpura-pura menjadi peserta seminar agar bisa mencari tahu keberadaan ayahnya.
"Kami adalah bayangan kami sendiri." kata Kapten Hotel, menyuruh semua bellboy mengikuti ucapannya. "Kami tidak terlihat."
Semua bellboy mengikuti, kecuali Seok Bong.
"Kenapa kau tidak mengikuti ucapanku?" tanya Kapten Hotel.
"Karena aku bukan bayangan ataupun manusia tidak terlihat." kata Seok Bong dengan angkuh layaknya seorang konglomerat.
"Lalu, kau apa?"
"Putra konglomerat." jawab Seok Bong tegas.
Kapten hotel menjewer telinganya. "Tidak ada konglomerat yang mengakuimu sebagai putra mereka." katanya, menarik telinga Seok Bong keras. "Kenapa kau mengaku-ngaku sebagai putra mereka? Jika telingamu terasa sakit, berteriak."
"Aku tidak akan berteriak walaupun sakit." kata Seok Bong angkuh. "Aku akan bersikap seperti konglomerat seharusnya bersikap."
Kapten hotel menggigit telinganya, tapi Seok Bong tetap tidak berteriak.
Di pihak lain, Lee Shin Mi adalah putri seorang konglomerat.Suatu hari ia dipanggil pulang ke Korea dari liburannya karena ada masalah gawat dengan perusahaan.
"Ketua tim, untuk apa kau dibayar?" tanya Shin Mi angkuh. "Jika kau tidak bisa mengurus pekerjaanmu, lebih baik mengundurkan diri."
"Situasi ini sangat sulit." kata Ketua Tim memberi alasan.
"Itukah alasanmu?" tanya Shin Mi dingin. "Lupakan soal alasan. Bagaimana persiapan yang sudah kuperintahkan padamu?"
Shin Mi datang ke sebuah perusahaan. Disana, para pegawai ribut berdemo.
"Kenapa berisik sekali disini?" tanya Shin Mi, keluar dari mobilnya. "Jika kalian bersikap seperti ini, apa yang kalian pikir akan kalian dapatkan?"
Ketua aksi demo muncul. "Siapa kau?"
"Direktur Merger dan Akuisisi Perusahaan Oh Sung, Lee Shin Mi." kata Ketua Tim menjawab mewakili Shin Mi.
Begitu mendengar nama Shin Mi, para pendemo berteriak bersama, "Pergi! Pergi!"
Ketua aksi demo menunjukkan beberapa lembar dokumen pada Shin Mi. "Ini adalah petisi dari seluruh pegawai yang menolak untuk bekerja dibawah pimpinanmu."
"Apakah kau presidennya?" tanya Shin Mi tenang.
"Benar, aku presidennya." jawab ketua pendemo.
"Apakah kau pantas menjadi presiden?" tanya Shin Mi menantang. "Jika kau presiden, maka perusahaan akan hancur. Kenapa kau bersikeras ingin menjadi presiden?"
"Ini bukan keinginanku, tapi keinginan para pegawai." kata ketua pendemo.
"Jangan buat aku tertawa." kata Shin Mi mengejek. "Sebesar apapun kau ingin menjadi presiden, apakah kau harus menjual pegawaimu? Kau sangat pengecut." Shin Mi mengambil kertas dokumen dan melemparnya ke atas. Ia berpaling pada para pendemo. "Apakah aku harus pergi?" tanyanya. "Jika kalian ingin aku pergi, maka aku akan pergi. Tapi siapa yang akan membayar gaji kalian? Perusahaan kalian rugi 200 juta won tahun lalu. Hutang mencapai 10 triliun won. Itu artinya kalian sedang berada diambang kebangkrutan."
Para pendemo berpikir dan cemas.
"Jika aku mundur sekarang, perusahaan kalian akan hancur karena hutang yang tidak bisa dibayar." kata Shin Mi menambahkan. "Apa itu yang kalian inginkan? Biar kupersingkat. Aku datang untuk memberi kalian kesempatan menjadi pegawai Oh Sung. Mengubah status karyawan penuh hutang menjadi karyawan perusahaan terbaik di Korea."
"Jangan tertipu!" seru ketua pendemo. "Wanita ini memperalatmu! Kalian tidak bisa mempercayai wanita ini! Begitu ia mengambil alih perusahaan, mereka akan memecat kalian terlebih dulu!"
Shin Mi meminta anak buahnya memberinya gunting. Ia kemudian memotong sebagian rambutnya. "Ini adalah benda yang paling kuhargai dalam hidupku." kata Shin Mi seraya mengangkat potongan rambutnya. "Aku akan berjanji pada kalian dengan rambutku yang berharga. Jika kalian mempercayai aku, maka aku akan mempercayai kalian. Jika kalian bekerja keras dan menunjukkan peningkatan, maka aku tidak akan memecat kalian, aku berjanji. Sekarang, jika kalian ingin bekerja dibawah Oh Sung, berdirilah di belakangku."
Para pendemo bingung dan ragu.
"Kenapa kalian lamban sekali?" tanya Shin Mi. "Apa kalian tidak mau dibayar?"
Seorang pendemo berlari ke belakang Shin Mi, diikuti oleh pendemo-pendemo yang lainnya. Akhirnya, semua pendemo berdiri di belakang Shin Mi.
Di hotel, Kapten Hotel bertanya pada bellboy siapa yang bersedia melayani kebutuhan Direktur Lee Shin Mi yang akan segera datang. Tidak ada bellboy yang bersedia.
"Akan kuberi bonus 50%." bujuk Kapten Hotel. Tetap tidak ada yang bersedia. "70%." Tetap tidak ada yang bersedia. "Baiklah, jangan terkejut. Bonus 100%!" Tetap tidak ada yang bersedia. Kapten Hotel terpaksa menunjuk bellboy dengan paksa.
"Kang Woo, kau yang melakukannya." perintah Kapten.
"Lebih baik aku mati." kata Kang Woo.
"Baik! Mati saja!" seru Kapten. Ia berpaling pada bellboy yang lain. "Han Yoo Dong. Lakukan untuk adikmu."
"Tidak." kata Han Yoo Dong. "Aku harus bertahan hidup untuk menjaga adikku. Aku tidak bisa menempatkan diriku dalam bahaya. Lebih baik aku mengundurkan diri."
Seok Bong teringat ibu pemilik kostnya yang menagih uang sewa. "Aku akan melakukannya." kata Seok Bong menawarkan diri. "Tapi aku minta tambahan 20%. Jadi bonus 120%."
"Apa?!"
"Jika kau tidak mau, maka lupakan saja."
"Baiklah!" seru Kapten cepat. Ia meminta bellboy yang lain memberi tepuk tangan yang keras untuk Seok Bong.
"Kenapa Nona harus memotong rambut?" tanya Ketua Tim, di dalam mobil menuju ke hotel.
"Kau pikir aku mau memotong rambutku?" Shin Mi bertanya balik. "Aku harus menunjukkan sesuatu pada orang yang tidak bisa mempercayaiku."
"Kalau begitu seharusnya Nona membeli rambut palsu." kata Ketua Tim.
"Rambut palsu mahal." kata Shin Mi.
"Direktur, aku akan mengisi bensin." kata anak buah Shin Mi, Han So Jung.
"Tunggu dulu!" kata Shin Mi, mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. "Gunakan poin kartu kredit untuk membeli bensin dan gunakan kupon gratis ini untuk mencuci mobil."
"Baik."
"Berhenti!" teriak Shin Mi tiba-tiba.
Mobil berhenti di sebuah toko yang sedang membagikan sampel gratis. Shin Mi membuka jendela mobil dan meminta sampel gratis.
Mobil Shin Mi akhirnya tiba di hotel. Para pegawai hotel berbaris di depan pintu masuk. Shin Mi keluar dari mobil.
"Han So Jung!" panggilnya begitu keluar dari mobil. "Jangan menginjak rem dengan keras. Itu pemborosan bensin."
"Selamat datang, Nona." sapa Kapten Hotel.
Shin Mi memandang barisan pegawai hotel. "Untuk apa kalian berbaris disana? Pergi bekerja! Aku membayar kalian bukan untuk berbaris."
Para pegawai langsung berlari masuk ke hotel.
Seok Bong datang dan membungkuk untuk memberi hormat pada Shin Mi.
"Berapa bonus yang kaudapatkan untuk melayaniku?" tanya Shin Mi. "Pecat dia!"
"Maaf?" tanya Kapten.
"Dia bukan tipe orang yang cocok melakukan pekerjaan ini." kata Shin Mi. "Ia tidak akan mau membungkukkan punggungnya untuk melayani orang lain."
"Maaf Nona." kata Kapten. "Tugas telah dibagi-bagi, jadi tidak ada orang lain yang bisa mengurus kamar Nona."
"Kalau begitu, pecat dia setelah aku pergi." kata Shin Mi.
Seok Bong mengantar Shin Mi ke kamarnya.
"Kau boleh pergi." kata Shin Mi.
"Apakah ada hal lain yang kau butuhkan?" tanya Seok Bong.
"Tidak. Kau boleh pergi."
"Kalau begitu, apakah ada hal yang kau lupakan?" tanya Seok Bong lagi.
Shin Mi menoleh tajam. "Apa kau... berharap mendapatkan tip?" tanya Shin Mo. "Jika itu masalahnya, lupakan saja. Aku tidak lupa. Aku sama sekali tidak ingin memberimu tip. Jangan mengharapkan tip dariku."
"Kenapa?"
"Karena aku tidak mau." jawab Shin Mi. "Pergi."
Seok Bong bingung kenapa putri seorang konglomerat tidak memberikan tip.
Han Yoo Dong bercerita. Shin Mi mau menempati kamar mewah karena kamar tersebut selalu kosong saking mahalnya. Ia tidak mau kamar kosong sia-sia. Tasnya dipenuhi dengan makeup sampel. Dia juga menggunakan poin kartu kredit dan kupon gratis sebanyak yang ia bisa. Ia akan meminta lampu dimatikan saat siang hari. Ia memerintahkan pegawai menggunakan pel manual untuk menghemat uang. Ia juga memerintahkan pihak hotel untuk memasang CCTV agar ia bisa tahu siapa orang yang meninggalkan kran air terbuka. Ia akan memperingatkan orang itu dan jika orang itu melakukannya lagi, maka orang itu akan diusir.
Seok Bong sangat kesal. Ia bertekad membuat Shin Mi memberi tip padanya.
Seok Bong datang ke kamar Shin Mi untuk mengantarkan cucian. Kamar tersebut kosong. Di meja, ia melihat sebuah koran penjualan saham. Shin Mi menandai beberapa saham disana.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Shin Mi. "Kau juga ingin membeli saham disana untuk mendapatkan uang? Kau tahu, memata-matai jual-beli saham juga merupakan kejahatan."
"Kurasa kau salah paham." kata Seok Bong.
"Salah paham?" tanya Shin Mi angkuh. "Kebenaran adalah apa yang kau lihat didepan mata. Aku tahu orang seperti apa kau. Kau adalah orang yang akan melakukan apapun untuk mengendus uang yang ada didepan hidungnya. Mencoba mengorek rahasia orang kaya. Berusaha mengambil apapun yang ditinggalkan orang kaya."
"Apa kau sudah selesai?" tanya Seok Bong. Ia menarik tangan Shin Mi dengan paksa dan membawanya ke kamar ganti karyawan.
"Kau pikir aku tipe orang yang akan mencuri sahammu?" tanya Seok Bong. "Berhenti bersikap angkuh."
Seok Bong mengeluarkan koran dari dalam lokernya. Koran tersebut juga ditandai di tempat yang sama.
"Kau ingin membeli saham ini?" tanya Seok Bong. "Jika kau membeli saham disini, maka kau akan kehilangan segalanya. Kenapa kau mau membeli saham dari perusahaan yang akan jatuh dalam waktu enam bulan? Kau pikir aku gila? Kau menandai ini untuk alasan itu."
Shin Mi terdiam.
"Putri konglometar, berhentilah hidup seperti itu." kata Seok Bong. "Daripada kau menjatuhkan perusahaanmu, bagaimana kalau kau menikah dan mengurus suamimu saja?"
"Kau!"
"Kau ingin memecatku?" tanya Seok Bong menantang. "Cepat pecat aku!"
Shin Mi tidak bisa menjawab.
Choo Woon Suk adalah seorang konglomerat. Setelah selesai dengan sesi wawancara, reporter mengajaknya bermain tenis, tapi tiba-tiba seorang gadis datang dan mengusir reporter itu.
"Aku mau memberitahu padamu bahwa tidak ada seorangpun yang bisa berkencan dengan Kakakku." kata gadis itu.
Woon Suk tertawa. "Tae Hee."
"Selamat karena kau berhasil mendapatkan perjanjian bisnis." kata Boo Tae Hee.Ia mengeluarkan sebuah kerta, hasil printout foto Woon Suk dengan seorang wanita. "Siapa wanita ini?"
"Wanita yang spesial." jawab Woon Suk.
"Apa? Wanita spesial?" tanya Tae Hee shock. "Aku tidak percaya apa yang baru saja kudengar."
"Percayalah."kata Woon Suk tenang.
"Lalu siapa aku?"
"Kau adalah... adikku yang spesial."
"Aku menolak!" kata Tae Hee. "Aku tidak mengikutimu untuk menjadi adikmu!"
"Karena kau memanggilku Kakak, maka aku menganggapmu adik." kata Woon Suk, tersenyum.
"Tuan Choo Woon Suk, dengarkan aku baik-baik. Walaupun saat ini aku bukan wanita spesial untukmu, tapi aku tidak akan menyerah. Suatu saat nanti, aku akan menjadi wanita yang kau pilih."
"Tae Hee..."
"Karena Boo Tae Hee sudah memilihmu, maka pria yang kupilih akan memilihku juga." kata Tae Hee. "Selamat tinggal, Woon Suk."
Tae Hee merasa sangat terpukul dan marah karena penolakan Woon Suk. Ia meminta anak buahnya mencari tahu mengenai wanita spesial Woon Suk.
Di hotel, para pegawai sedang mempersiapkan pesta untuk Konsulat Amerika yang akan dihadiri oleh para konglomerat. Mendekati pesta, tiba-tiba Shin Mi menghilang. Pihak hotel dan anak buah Shin Mi kelabakan mencarinya.
Akhirnya, Seok Bong berhasil menemukannya.
"Kenapa kau ingin melarikan diri?" tanya Seok Bong.
"Siapa yang melarikan diri?" bantah Shin Mi.
"Apa kau fobia pesta?" tanya Seok Bong.
"Aku hanya tidak menyukai tempat ramai." kata Shin Mi memberi alasan.
"Walaupun kau tidak suka, jangan tunjukkan." kata Seok Bong. "Walaupun kau suka, jangan tunjukkan. Kendalikan pikiran dan emosimu. Bukankah itu dasar keluarga konglomerat?"
Seok Bong memaksa Shin Mi kembali ke kamarnya.
Han So Jung bergegas membawakan gaun untuk Shin Mi dan mendandaninya.
Di meja kamar Shin Mi, Seok Bong melihat sebuah buku The Great Gatsby. Ketika ia mengulurkan tangan untuk mengambilnya, tiba-tiba Shin Mi datang dan mengambil buku itu. "Kau boleh pergi." katanya dingin.
Di pihak lain, Tae Hee tersiksa demi menjaga penampilannya. Gaun yang dipakainya terlalu sempit dan ia meminta pelayannya untuk menarik gaun dengan kencang.
"Apakah kau sudah menemukan wanita itu?" tanyanya pada anak buahnya.
Anak buah Tae Hee menyerahkan sebuah kertas printout foto. Disana ada foto Woon Suk bersama dengan Shin Mi.
Tae Hee terkejut.
Setelah Shin Mi keluar dari kamarnya dan pergi ke pesta, Seok Bong masuk ke kamar Shin Mi dengan alasan mengganti lampu. Ia berniat mencari buku The Great Gatsby milik Shin Mi.
Di pesta, Shin Mi bertemu dengan Woon Suk.
"Aku menggunakan undangan ini sebagai alasan untuk bertemu denganmu." kata Woon Suk.
Shin Mi berjalan acuh melewatinya.
"Kenapa kau tidak menelepon?" tanya Woon Suk. "Aku menunggu teleponmu."
"Sudah kubilang bahwa aku tidak akan menelepon." kata Shin Mi.
Seok Bong menemukan buku The Great Gatsby di laci dekat tempat tidur Shin Mi. Ia membuka lembar belakang buku itu dan terkejut melihatnya.
cr :http://princess-chocolates.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar